video-entry

featured-content

featured-content

featured-content

featured-content

featured-content

Tuesday, June 5, 2012

PENGANTAR HUKUM KONTRAK


Oleh : Tommi Ricky Rosandy, SH., M.H




A. Pendahuluan
Sekilas, apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian. Dan apabila melihat berbagai tulisan, baik buku, makalah, maupun tulisan ilmiah lainnya, kesan ini tidaklah salah sebab penekanan kontrak selalu dianggap sebagai medianya suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis. Dalam pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seseorang yang sedang memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan tersebut dalam jumlah tertentu.
Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri (tentunya perjanjian yang mengikat). Dalam pasal 1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari :
1. Perjanjian; dan
2. Undang-undang
Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, berarti perjanjian. Salah satu sebab mengapa perjanjian oleh banyak orang tidak selalu dapat mempersamakan dengan kontrak adalah karena dalam pengertian perjanjian yang diberikan oleh Pasal 1313 KUH Perdata tidak memuat kata “perjanjian dibuat secara tertulis”. Pengertian perjanjian dalam pasal 1313 KUH Perdata tersebut, hanya menyebutkan sebagai suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.1
B. Asas-Asas Hukum Kontrak
Dalam hukum kontrak dikenal beberapa asas, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut. 2
Asas konsensualisme terdapat terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata bersifat dan berasas konsensualisme, kecuali ada beberapa perjanjian merupakan pengecualian dari asas tersebut, misalnya seperti perjanjian perdamaian, perjanjian perburuhan, dan perjanjian penghibahan. Kesemua perjanjian yang merupakan pengecualian tersebut, belum bersifat mengikat apabila tidak dilakukan secara tertulis. 3
2. Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract)
Asas kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat penting dalam hokum kontrak. Didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) BW bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Demikian pula ada yang mendasarkan pada pasal 1320 BW bahwa semua perjanjian yang menerangkan tentang syarat sahnya perjanjian. 4
Maksud dari asas kebebasan berkontrak artinya para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontrak tersebut, sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut : 5
1. Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak
2. Tidak dilarang oleh undang-undang
3. Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik
3. Asas Mengikatnya Kontrak ( Pacta Sunt Servanda )
Setiap orang yang membuat kontrak, dia terikat untuk memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 6
4. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, suatu kontrak haruslah dilaksanakan dengan itikad baik ( goeder trouw, bona fide ). Rumusan dari Pasal 1338 ayat (3) tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya itikad baik bukan merupakan syarat sahnya suatu kontrak sebagaimana syarat yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata. Itikad baik disyaratkan dalam hal “pelaksanaan” dari suatu kontrak, bukan pada “pembuatan suatu kontrak. Sebab, unsur “itikad baik” dalam hal pembuatan suatu kontrak sudah dapat dicakup oleh unsure “kausa yang legal” dari Pasal 1320 tersebut. 7
C. Syarat Sahnya Kontrak
1. Kesepakatan
Kesepakatan para pihak merupakan unsur mutlak untuk terjadinya suatu kontrak. Kesepakatan ini dapat terjadi dengan berbagai cara, namun yang paling penting adalah adanya penawaran dan penerimaan atas penawaran tersebut. Terjadinya kesepakatan dapat terjadi secara tertulis dan tidak tertulis.
Seseorang
Para pihak yang melakukan kesepakatan secara tertulis biasanya dilakukan baik dengan akta di bawah tangan maupun dengan akta autentik. Akta di bawah tangan merupakan akta yang dibuat oleh para pihak tanpa melibatkan pejabat yang berwenang membuat akta seperti notaris, PPAT, atau pejabat lain yang diberi wewenang untuk itu.
Berbeda dengan akta di bawah tangan yang tidak melibatkan pihak berwenang dalam pembuatan akta, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang.
Perbedaan prinsip antara akta di bawah tangan dengan akta autentik adalah karena jika para pihak lawan mengingkari akte tersebut, akta di bawah tangan selalu dianggap palsu sepanjang tidak dibuktikan keasliannya, sedangkan akta autentik selalu dianggap asli, kecuali terbukti kepalsuannya. Artinya, jika suatu akta di bawah tangan disangkali oleh pihak lain, pemegang akta di bawah tangan dibebani untuk membuktikan kaslian akta tersebut, sedangkan kalau suatu akta autentik disangkali pemegang akta autentik tidak perlu membuktikan keaslian akta autentik tersebut tetapi pihak yang menyangkalilah yang harus membuktikan bahwa akta autenti tersebut adalah palsu. Oleh karena itu, pembuktian akta di bawah tangan disebut pembuktian keaslian sedangkan pembuktian akta autentik adalah pembuktian kepalsuan. 8
2. Kecakapan
Syarat kecakapan untuk membuat suatu perikatan, harus dituangkan secara jelas mengenai jati diri para pihak. Pasal 1330 KUH Perdata, menyebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah : 9
1. Orang-orang yang belum dewasa, belum berusia 21 tahun dan belum menikah
2. Berusia 21 tahun tetapi di bawah pengampuan seperti gelap mata, dungu, sakit ingatan, atau pemboros dan;
3. Orang yang tidak berwenang.
Sebetulnya ada satu lagi yang dianggap oleh KUH Perdata tidak cakap hukum yaitu perempuan, akan tetapi saat ini undang-undang sudah menetapkan lain yaitu persamaan kedudukan perempuan dan laki-laki.
3. Hal tertentu
Dalam suatu kontrak objek perjanjian harus jelas dan ditentukan oleh para pihak, objek perjanjian tersebut dapat berupa barang maupun jasa, namun dapat juga berupa tidak berbuat sesuatu. Hal tertentu ini dalam kontrak disebut prestasi yang dapat berwujud barang, keahlian atau tenaga, dan tidak berbuat sesuatu.
Untuk menentukan tentang hal tertentu yang berupa tidak berbuat sesuatu juga harus dijelaskan dalam kontrak seperti “berjanji untuk tidak saling membuat pagar pembatas antara dua rumah yang bertetangga”. 10
4. Sebab yang halal
Istilah kata halal yang dimaksud di sini bukanlah lawan kata haram dalam hukum Islam, tetapi yang dimaksud sebab yang halal adalah bahwa isi kontrak tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 11
Isi perjanjian harus memuat/causa yang diperbolehkan. Apa yang menjadi obyek atau isi dan tujuan prestasi yang melahirkan perjanjian harus tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. 12
D. Unsur-Unsur Kontrak
1. Unsur Esensiali
Unsur esensiali merupakan unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga dalam kontrak jual beli, kontrak tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan. 13
2. Unsur Naturalia
Unsur Naturalia merupakan unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Sebagai contoh, jika dalam kontrak tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat tersembunyi. 14
3. Unsur Aksidentalia
Unsur aksidentalia merupakan unsur yang nanti ada satu mengikat para pihak jika para pihak memperjanjikannya. Sebagai contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan. Demikian pula oleh klausul-klausul lainnya yang sering ditentukan dalam suatu kontrak, yang bukan merupakan unsure esensial dalam kontrak tersebut. 15
D. Akibat Hukum Suatu Kontrak
Akibat hukum suatu kontrak pada dasarnya lahir dari adanya hubungan hukum dari suatu perikatan, yaitu dalam bentuk hak dan kewajiban. Pemenuhan hak dan kewajiban inilah yang merupakan salah satu bentuk daripada akibat hukum suatu kontrak. Kemudian, hak dan kewajiban ini tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak, maksudnya, kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak pertama merupakan hak bagi pihak kedua, begitu pun sebaliknya, kewajiban di pihak kedua merupakan hak bagi pihak pertama. Dengan demikian, akibat hokum di sini tidak lain adalah pelaksanaan dari pada suatu kontrak itu sendiri.
Menurut pasal 1339 KUH Perdata, suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan (diwajibkan) oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang. 16
E. Berakhirnya Suatu Kontrak
Berakhirnya perikatan diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata. Yang diartikan dengan berakhirnya perikatan adalah selesainya atau hapusnya sebuah perikatan yang diadakan oleh dua pihak yaitu kreditor dan debitor tentang sesuatu hal. Pihak kreditor adalah pihak atau orang yang berhak atas suatu prestasi, sedangkan debitor adalah pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi. Bisa berarti segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh kedua pihak, bisa jual beli, utang piutang, sewa menyewa, dan lain-lain. 17
Disebutkan dalam KUH Perdata tentang berakhirnya perikatan diantaranya yaitu : 18
1. Karena Pembayaran
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Karena pembaharuan utang (Novasi)
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
5. Karena percampuran utang (Konfusio)
6. Karena pembebasan utang
7. Karena musnahnya barang yang terutang
8. Karena batal atau pembatalan
9. Karena berlakunya suatu syarat batal
10. Karena lewatnya waktu (Kedaluwarsa)








_______________________________________________________



1H.R. Daeng Naja, Contract Drafting, 2006, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 1-2.
2Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, 2007, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 3.
3H.R. Daeng Naja, Op.Cit, hal. 8.
4Ahmadi Miru, Op.Cit, hal.4.
5Munir Fuady, Hukum kontrak, 1999, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 30.
6Ahmadi Miru, Op.Cit, hal.4-5.
7Munir Fuady, Op.Cit, hal. 81.
8Ahmadi Miru, Op.Cit, hal.14-15.
9H.R. Daeng Naja, Op.Cit, hal.18
10Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 30
11Ahmadi Miru, Ibid, hal. 30-31
12 Etty Susilowati, Kontrak Alih teknologi pada Industri Manufaktur, 2007, Genta Press, Yogyakarta, hal. 32
13Ahmadi Miru, Op.Cit, hal. 31
14Ahmadi Miru, Ibid, hal. 31-32
15Ahmadi Miru, Ibid, hal. 32
16H.R. Daeng Naja, Op.Cit, hal. 20-21
17Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis[BW], Cetakan Keempat,2006, Sinar Grafika, Jakarta, hal.187
18Daeng Naja, Op.Cit, hal.23


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak, 2007, PT Raja Grafindo Persada, 2007, Jakarta.
Daeng Naja, Contract Drafting, 2006, PT Citra Aditya Bakti, 1999,Bandung.
Etty Susilowati, Kontrak Alih teknologi pada Industri Manufaktur, 2007, Genta Press, Yogyakarta.
Munir Fuady, Hukum kontrak, 1999, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis[BW], Cetakan Keempat,2006, Sinar Grafika, Jakarta

0 comments:

Post a Comment