video-entry

featured-content

featured-content

featured-content

featured-content

featured-content

Tuesday, June 5, 2012

MEDIASI


Oleh : Tommi Ricky Rosandy, SH., M.H




A. Pengertian
Mediasi berasal dari bahasa Inggris, “mediation” , atau penengahan, yaitu penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi.Christopher W. Moore mengemukakan bahwa mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa oleh pihak ketiga yang bisa diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak-pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing-masing pihak dalam sebuah persengketaan. [1]
Dari literatur hukum misalnya dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa mediasi dan mediator adalah :
“Mediation is private, informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps, disputing parties to reach an agreement”.
“The Mediator has no power to impose a decission on the parties”.

Dan dalam Buku BUSINESS LAW, Principles, Cases and Policy karya Mark E. Roszkowski dikatakan bahwa :
“Mediation is a relatively informal process in which a neutral third party, the mediator, helps to resolve a dispute”.
“A mediator generally has no power to impose a resolutions”.
“In many respect, therefore, mediator can be considered as structured negotiation in which the mediator facilitates the process”.

Selanjutnya jika kita lihat ketentuan yang diatur dalam WIPO Mediation Rules dikatakan bahwa :
“Mediation Agreement means an agreement by the parties to submit to mediation all or certain disputes which have arisen or which may arise between them,; a Mediation Agreement may be in the form of a mediation clause in a contract or in the form of a separate contract”.
“The mediation shall be conducted in the manner agreed by the parties. If, and to the extent that, the parties have not made such agreement, the mediator shall, in accordance with the Rules, determine the manner in which the mediation shall be conducted”.
“Each party shall cooperate in good faith with the mediator to advance the mediation as expeditiously as possible”.

Menurut rumusan dari pasal 6 ayat (3) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 juga dikatakan bahwa “atas kesepakatan tertulis para pihak” sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan “seorang atau lebih penasehat ahli” maupun melalui mediator” .2
Dengan demikian pada prinsipnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral (non intervensi) dan tidak berpihak (impartial) serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga tersebut disebut mediator atau penengah yang tugasnya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator , tetapi di tangan para pihak yang bersengketa.3
Berkenaan dengan tempat mediasi, para pihak dapat menentukan sendiri dan memilih di mana mereka hendak diselenggarakannya mediasi ini. Mediasi dapat diselenggarakan di manapun di dunia .4
B. Karakteristik Mediasi
Pada dasarnya penyelesaian sengketa melalui mediasi memiliki karakteristik atau unsur-unsur sebagai berikut :5
1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan perundingan
2. Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4. Mediator bersifat pasif dan hanya dan hanya berfungsi sebagai fasilitator dan penyambung lidah dari para pihak yang bersengketa, sehingga tidak terlibat dalam menyusun dan merumuskan rancangan atau proposal kesepakatan.
5. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung.
6. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Proses penyelesaian melalui mediasi ini hampir mirip dengan konsiliasi. Perbedaannya, pada mediasi umumnya mediator memberikan usulan penyelesaian secara informal dan usulan tersebut didasarkan pada laporan yang diberikan oleh para pihak, tidak dari hasil penyelidikannya sendiri. Namun demikian, perbedaan kedua proses penyelesaian ini dalam praktiknya menjadi tidak jelas (rancu). Sulit untuk membuat batas-batas yang tegas di antara kedua proses ini.
Perlu ditekankan di sini, bahwa saran atau usulan penyelesaian yang diberikan tidaklah mengikat sifatnya. Sifatnya rekomendatif atau usulan saja.6
C. Mediator
Mediator adalah pihak ketiga atau penengah yang netral dan independen yang tugasnya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya, tetapi tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan baik ditunjuk secara bersama oleh para pihak atau ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak.
Fungsi mediator antara lain adalah membantu para pihak menyelesaikan sengketa, membingkai persoalan yang ada agar menjadi masalah yang perlu dihadapi bersama serta merumuskan perbagai pilihan penyelesaian sengketanya itu.7
Para mediator ini dapat bertindak baik atas inisiatifnya sendiri, menawarkan jasanya sebagai mediator,, atau menerima tawaran untuk menjalankan fungsinya atas permintaan dari salah satu atau kedua belah pihak yang bersengketa. Dalam hal ini, agar mediator dapat berfungsi, diperlukan kesepakatan atau konsensus dari para pihak sebagaiprasyarat utama. Dalam menjalankan fungsinya tidak tunduk pada suatu aturan hukum acara tertentu. Ia bebas menentukan bagaimana proses penyelesaian sengketanya berlangsung. Peranannya di sini tidak semata-mata mempertemukan para pihak agar bersedia berunding, tetapi juga terlibat dalam perundingan dengan para pihak dan bisa pula memberikan saran-saran atau usulan penyelesaian sengketa. Bahkan mediator dapat pula beupaya mendamaikan para pihak. Mediator dalam menerapkan hukum tidak dibatasi pada hukum yang ada. Ia dapat menggunakan asas ex aequo et bono ( kepatutan dan kelayakan ).8
Sebagai pihak ketiga yang netral, independen, tidak memihak dan ditunjuk oleh para pihak ( secara langsung atau melalui lembaga mediasi ), mediator ini berkewajiban untuk melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan pada kehendak dan kemauan para pihak. Sebagai suatu pihak di luar perkara, yang tidak memiliki kewenangan memaksa, mediator ini berkewajiban untuk bertemu atau mempertemukan para pihak yang bersengketa guna mencari masukan mengenai pokok persoalan yang dipersengketakan oleh para pihak.9
Jika melihat dalam pasal 6 ayat (4), dapat dilihat bahwa Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 membedakan mediator ke dalam :
1. Mediator yang ditunjuk secara bersama oleh para pihak ( pasal 6 ayat (3) ); dan
2. Mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak ( pasal 6 ayat (4) ).
D. Segi Positif Mediasi
Menurut Bindschedler ada beberapa segi positif dari mediasi :10
1. Mediator sebagai penengah dapat memberikan usulan-usulan kompromi di antara para pihak.
2. Mediator dapat memberikan usaha-usaha atau jasa-jasa lainnya, seperti memberi bantuan dalam melaksanakan kesepakatan, bantuan keuangan, mengawasi pelaksanaan kesepakatan, dan lain-lain.
3. Apabila mediatornya adalah negara, biasanya negara tersebut dapat menggunakan pengaruhdan kekuasaannya terhadap para pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian sengketanya.
4. Negara sebagai mediator biasanya memiliki fasilitas teknis yang lebih memadai daripada orang-perorangan.
Menurut penulis beberapa keuntungan mediasi adalah diantaranya biaya melakukan mediasi relatif murah, mediator bisa dipilih orang yang ahli di bidang yang sedang disengketakan, prosedurnya cepat dan kesepakatan yang dicapai pada mediasi adalah kesepakatan para pihak sendiri maka dimungkinkan terjadi win-win solution antara para pihak yang melakukan mediasi.
E. Kekurangan Mediasi
Menurut penulis, dalam mediasi terdapat beberapa kekurangan ,diantaranya adalah Tidak ada suatu kejelasan apakah ketentuan tersebut bersifat memaksa atau dapat disimpangi oleh para pihak11, mediator dapat saja dalam melaksanakan fungsinya lebih memperhatikan pihak lainnya12, Mediasi bisa mengalami kegagalan dikarenakan mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung13 sehingga dimungkinkan para pihak tidak menemui penyelesaian yang sifatnya final dan memaksa secara langsung.
Dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa tidak memberikan pengertian yang jelas tentang berbagai bentuk penyelesaian sengketa termasuk mengenai mediasi, kecuali arbitrase. Bahkan proses atau mekanisme masing-masing bentuk lembaganya juga tidak diatur Sebagian besar hanya mengatur secara lengkap tentang proses Arbitrase. Dalam Pasal 6 ayat (3) hanya menyebutkan bahwa dalam hal sengketa atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seseorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator. Pada intinya pasal ini memberi peluang kepada masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya melalui mediasi. 14
F. Mediasi-Arbitrase (Med-Arb)
Med-Arb merupakan bentuk kombinasi penyelesaian sengketa antara mediasi dan arbitrase atau merupakan proses penyelesaian sengketa campuran yang dilakukan setelah proses mediasi tidak berhasil. Jika para pihak tidak mencapai kesepakatan secara mediasi, mereka dapat melanjutkan pada proses penyelesaian sengketa melalui prosedur arbitrase.
Caranya sebelum sengketa diajukan kepada arbitrator, terlebih dahulu diajukan kepada mediator. Mediator membantu para pihak untuk melakukan perundingan guna mencapai penyelesaian. Jika tidak mencapai kesepakatan, maka mediator memberikan pendapat agar penyelesaian sengketa tersebut diajukan kepada arbitrator. Yang dapat bertindak sebagai arbitrator bisa mediator yang bersangkutan atau orang lain. 15







 
____________________________________________________________________

1Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , 2008, Gama Media, Yogyakarta, hal. 56.
2Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase , 2003, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 35-36.
3Bambang Sutiyoso, Op.Cit , hal. 58.
4Sudargo Gautama, Aneka Hukum Arbitrase , 1996, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 105.
5Bambang Sutiyoso, Op.Cit , hal. 59.
6Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, 2006, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 35.
7Bambang Sutiyoso, Op.Cit , hal. 91
8Huala Adolf, Op.Cit , hal. 34.
9Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit , hal. 36-37.
10Huala Adolf, Log.cit , hal. 34.
11Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit , hal. 38.
12Huala Adolf, Log.cit , hal. 34.
13Bambang Sutiyoso, Log.cit , hal. 59.
14 Ibid , hal. 76-77.
15 Ibid , hal. 39.



DAFTAR PUSTAKA

Bambang Sutiyoso, Hukum Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa , 2008, Gama Media, Yogyakarta.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase , 2003, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional , 2006, Sinar Grafika, Jakarta.
Sudargo Gautama, Aneka Hukum Arbitrase , 1996, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.

0 comments:

Post a Comment